SI
RINTIK DAN SI RIBUT
Folklore atau cerita rakyat mengenai Si
Rintik dan Si Ribut bermula dari sungai tapin yang berada di kota
Rantau(KalSel). Cerita ini berawal dari seorang petani yang berada di Paulaian
(Linuh) yang sekarang masuk dalam kec. Bungur, dia tidak memiliki ikan untuk
dimakan hari itu sebagai lauk. Pada waktu subuh, dia pun pergi ke sungai
berharap untuk bisa mendapatkan ikan. Peralatan yang dipakai adaloah tangguk (alat panangkap ikan yang
terbuat dari bambu), dia pergi bersama istrinya. Sudah sekian lama mereka mencari
namun belum juga ada ikan yang di dapat, melainkan sebiji telur besar. Sang
istri menyarankan untuk membuangnya ke hulu sungai, namun lagi lagi telur
tersebut kembali didapat. Karena hari sudah mulai siang maka terpaksa mereka
membawa telur itu untuk dibawa pulang sebagai lauk. Petani itu pun berucap
kepada sang istri mungkin ini rejeki kita hari ini sebagai pngganti ikan.
Setelah sampai dirumah telur tersebut langsung dimasak untuk lauk kerena mereka
tak satu pun memperoleh ikan.
Pada waktu makan sang anak tidak mau ikut
untuk memakan telur tersebut karena takut pasalnya telur tersebut memang cukup
besar dan berbeda dengan telur pada umumnya. Daripada tak ada yang mau memakannya
sebab anak dan istrinya enggan untuk makan telur itu, akhirnya petani itu makan
sendirian. Namun setelah memakan telur tersebut keanehan pun terjadi, kulit
sang petani mulai bersisik yang menyerupai sisik naga. Lama-kelamaan badangnya
mulai membesar dan seisi rumah pun mulai risih akan perubahan yang terjadi.
Akhirnya sang petani pun berubah seutuhnya menjadi seekor naga dan turun dari
rumah dengan minggunakan luncuran pohon pinang yang masih muda.
Sebelum meninggalkan rumah dia sempat
berpesan kepada keluarganya bahwa setelah dia pergi nantinya dipanggil Balahindang. Dalam perjalanannya Balahindang banyak meninggalkan
lobang-lobang yang akhirnya menjadi sungai, dia menempuh jarak yang cukup jauh
hingga akhirnya sampai di Muara Tabirai, namun ternyata disana sudah ditempati
oleh seekor naga habang (merah) yang
saat itu tidak berada didalam liang
(lubang besar). Merasa sangat lelah karena perjalanan jauh akhirnya dia pun
tertidur didalam.
Ketika naga habang (merah) dating melihat ada naga lain yang mendiami tempatnya
menyebabkan dia menjadi sangat marah yang mengakibatkan perkelahian antara
keduanya, dan dalam perkelahian itu tidak seimbang karena Balahindang tidak mempunyai taring sebagai senjata disbanding naga habang sehingga menyebabkan dia kalah
dalam perkelahian itu. Kekalahan ini membuat Balahindang mencari benda yang akan dijadikan taring sebagai
senjata untuk melawan naga habang,
maka diletakkan pisau dimulutnya sebagai taring, Balahindang kembali mendatangi naga habang di Muara Tabirai untuk berkelahi membalaskan dendamnya atas
kekalahanya. Dan dalam perkelahian ini Balahindang
dapat membunuh naga habang karena
dipersenjatai dengan pisau. Balahindang
berpesan kepada keluarganya apabila merasa rindu dan ingin bertemu, maka
apabila senja mendatang dan pelangi ada di angkasa itulah Balahindang.
Pada jaman dahulu berbagai aktivitas
masyarakat sebagian besar sarana transfortasi banyak dilakukan pada jalur
sungai. Demikian juga yang terjadi di kota Rantau banyak pemukiman penduduk
yang berada di pinggiran sungai. Sebab pemukiman didekat sungai banyak manfaatnya
dan air sebagai sumber kehidupan manusia. Diilhami dari peristiwa Balahindang yang membentuk sungai Tapin,
masyarakat dahulu membuat dua patung naga. Patung naga yang berwarna habang (merah) diberi nama Si Rintik
sedangkan yang berwarna putih diberi nama Si Ribut.
Ketika mengantarkan pengantin dari desa
Gadung menuju daerah Balimau yang masuk daerah Hulu Sungai Selatan sekarang
dilakukan dengan menggunakan perahu. Perahu yang digunakan didepannya
diletakkan patung kepala naga Si Rintik dan Si Ribut. Dalam perjalanan yang
melewati Muara Tabirai ada kejadian aneh yang terjadi yaitu kepala naga si
Ribut mulai merunduk seolah-olah ingin masuk ke dalam sungai. Kalau dihubungkan
dengan cerita Balahindang ada
hubungannya mengapa ketika melewati Muara Tabirai kepala naga merunduk seolah
ingin masuk ke dalam sungai. Melihat kejadian ini pawang yang membikin patung
naga tersebut mengambil sebilah parang dan menebasnya, akibat tebasan ini
patung kepala naga itu pun mengeluarkan darah dan kepala naga kembali tega.
Sekarang patung tersebut disimpan di Museum Lambung Mangkurat Banjarbaru.
Demikian juga dengan kisah Si Rintik, waktu
akan diadakannya event besar di kota Rantau yang menjadi maskotnya adalah Si
Rintik, pembuatnya adalah Winarno seorang ahli dalam hal pembuatan patung.
Patung tersebut dibuat dari rangka baja, walau tidak sama persisi dengan Si
Rintik, dan ketika patung itu dibawa menuju kota Rantau tiba-tiba cuaca berubah
seketika yang tadinya cerah langsung berubah menjadi hujan yang sangat lebat
disertai angin kencang yang hampir menyebabkan mobil terbalik. Setelah
ditanyakan kepada sang pembuat beliau menjawab “apakah naga itu sudah diberi jenggot naga dari mayang pinang dan telor
bebek yang tidak dilangkahi manusia untuk menghormati Si Rintik”.
Sebelum acara di mulai patung tersebut
disimpan dan dibungkus karena setiap kali patung di buka cuaca langsung
berubah. Maka diputuskan untuk tidak membuka penutup patung sebelum acara
pembukaan perlangsung. Dan benar saja, setelah acara berlangsung penutup patung
pun dibuka, cuaca berubah hujan dengan sangat lebat disertai angin kencang.
Dari kejadian ini memang sulit untuk
dipahami oleh akal fikir manusia karena bersifat ghoib, tetap dipercayaai oleh
masyarakat sekitar. Sampai sekarang patung naga Si Rintik masih ada disimpan
didesa Parigi. Menurut masyarakat desa, mereka sulit untuk dipisahkan dengan
patung Si Rintik karena pernah terjadi ketika patungnya dibawa ketempat lain,
kulit berubah seperti bersisik. Oleh sebab itu mereka tidak menghendaki petung
naga ini keluar dari tempat mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar