Sabtu, 08 Desember 2012

Balahindang

SI RINTIK DAN SI RIBUT

      Folklore atau cerita rakyat mengenai Si Rintik dan Si Ribut bermula dari sungai tapin yang berada di kota Rantau(KalSel). Cerita ini berawal dari seorang petani yang berada di Paulaian (Linuh) yang sekarang masuk dalam kec. Bungur, dia tidak memiliki ikan untuk dimakan hari itu sebagai lauk. Pada waktu subuh, dia pun pergi ke sungai berharap untuk bisa mendapatkan ikan. Peralatan yang dipakai adaloah tangguk (alat panangkap ikan yang terbuat dari bambu), dia pergi bersama istrinya. Sudah sekian lama mereka mencari namun belum juga ada ikan yang di dapat, melainkan sebiji telur besar. Sang istri menyarankan untuk membuangnya ke hulu sungai, namun lagi lagi telur tersebut kembali didapat. Karena hari sudah mulai siang maka terpaksa mereka membawa telur itu untuk dibawa pulang sebagai lauk. Petani itu pun berucap kepada sang istri mungkin ini rejeki kita hari ini sebagai pngganti ikan. Setelah sampai dirumah telur tersebut langsung dimasak untuk lauk kerena mereka tak satu pun memperoleh ikan.
      Pada waktu makan sang anak tidak mau ikut untuk memakan telur tersebut karena takut pasalnya telur tersebut memang cukup besar dan berbeda dengan telur pada umumnya. Daripada tak ada yang mau memakannya sebab anak dan istrinya enggan untuk makan telur itu, akhirnya petani itu makan sendirian. Namun setelah memakan telur tersebut keanehan pun terjadi, kulit sang petani mulai bersisik yang menyerupai sisik naga. Lama-kelamaan badangnya mulai membesar dan seisi rumah pun mulai risih akan perubahan yang terjadi. Akhirnya sang petani pun berubah seutuhnya menjadi seekor naga dan turun dari rumah dengan minggunakan luncuran pohon pinang yang masih muda.
      Sebelum meninggalkan rumah dia sempat berpesan kepada keluarganya bahwa setelah dia pergi nantinya dipanggil Balahindang. Dalam perjalanannya Balahindang banyak meninggalkan lobang-lobang yang akhirnya menjadi sungai, dia menempuh jarak yang cukup jauh hingga akhirnya sampai di Muara Tabirai, namun ternyata disana sudah ditempati oleh seekor naga habang (merah) yang saat itu tidak berada didalam liang (lubang besar). Merasa sangat lelah karena perjalanan jauh akhirnya dia pun tertidur didalam.
      Ketika naga habang (merah) dating melihat ada naga lain yang mendiami tempatnya menyebabkan dia menjadi sangat marah yang mengakibatkan perkelahian antara keduanya, dan dalam perkelahian itu tidak seimbang karena Balahindang tidak mempunyai taring sebagai senjata disbanding naga habang sehingga menyebabkan dia kalah dalam perkelahian itu. Kekalahan ini membuat Balahindang mencari benda yang akan dijadikan taring sebagai senjata untuk melawan naga habang, maka diletakkan pisau dimulutnya sebagai taring, Balahindang kembali mendatangi naga habang di Muara Tabirai untuk berkelahi membalaskan dendamnya atas kekalahanya. Dan dalam perkelahian ini Balahindang dapat membunuh naga habang karena dipersenjatai dengan pisau. Balahindang berpesan kepada keluarganya apabila merasa rindu dan ingin bertemu, maka apabila senja mendatang dan pelangi ada di angkasa itulah Balahindang.
      Pada jaman dahulu berbagai aktivitas masyarakat sebagian besar sarana transfortasi banyak dilakukan pada jalur sungai. Demikian juga yang terjadi di kota Rantau banyak pemukiman penduduk yang berada di pinggiran sungai. Sebab pemukiman didekat sungai banyak manfaatnya dan air sebagai sumber kehidupan manusia. Diilhami dari peristiwa Balahindang yang membentuk sungai Tapin, masyarakat dahulu membuat dua patung naga. Patung naga yang berwarna habang (merah) diberi nama Si Rintik sedangkan yang berwarna putih diberi nama Si Ribut.
      Ketika mengantarkan pengantin dari desa Gadung menuju daerah Balimau yang masuk daerah Hulu Sungai Selatan sekarang dilakukan dengan menggunakan perahu. Perahu yang digunakan didepannya diletakkan patung kepala naga Si Rintik dan Si Ribut. Dalam perjalanan yang melewati Muara Tabirai ada kejadian aneh yang terjadi yaitu kepala naga si Ribut mulai merunduk seolah-olah ingin masuk ke dalam sungai. Kalau dihubungkan dengan cerita Balahindang ada hubungannya mengapa ketika melewati Muara Tabirai kepala naga merunduk seolah ingin masuk ke dalam sungai. Melihat kejadian ini pawang yang membikin patung naga tersebut mengambil sebilah parang dan menebasnya, akibat tebasan ini patung kepala naga itu pun mengeluarkan darah dan kepala naga kembali tega. Sekarang patung tersebut disimpan di Museum Lambung Mangkurat Banjarbaru.
      Demikian juga dengan kisah Si Rintik, waktu akan diadakannya event besar di kota Rantau yang menjadi maskotnya adalah Si Rintik, pembuatnya adalah Winarno seorang ahli dalam hal pembuatan patung. Patung tersebut dibuat dari rangka baja, walau tidak sama persisi dengan Si Rintik, dan ketika patung itu dibawa menuju kota Rantau tiba-tiba cuaca berubah seketika yang tadinya cerah langsung berubah menjadi hujan yang sangat lebat disertai angin kencang yang hampir menyebabkan mobil terbalik. Setelah ditanyakan kepada sang pembuat beliau menjawab “apakah naga itu sudah diberi jenggot naga dari mayang pinang dan telor bebek yang tidak dilangkahi manusia untuk menghormati Si Rintik”.
      Sebelum acara di mulai patung tersebut disimpan dan dibungkus karena setiap kali patung di buka cuaca langsung berubah. Maka diputuskan untuk tidak membuka penutup patung sebelum acara pembukaan perlangsung. Dan benar saja, setelah acara berlangsung penutup patung pun dibuka, cuaca berubah hujan dengan sangat lebat disertai angin kencang.
      Dari kejadian ini memang sulit untuk dipahami oleh akal fikir manusia karena bersifat ghoib, tetap dipercayaai oleh masyarakat sekitar. Sampai sekarang patung naga Si Rintik masih ada disimpan didesa Parigi. Menurut masyarakat desa, mereka sulit untuk dipisahkan dengan patung Si Rintik karena pernah terjadi ketika patungnya dibawa ketempat lain, kulit berubah seperti bersisik. Oleh sebab itu mereka tidak menghendaki petung naga ini keluar dari tempat mereka.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar